Iman, apabila telah menancap di hati seorang
hamba maka akan menjadi mesin penggerak yang melahirkan mukjizat. Ia adalah
motivator yang menyinarkan berbagai keindahan. Memang iman adalah sesuatu yang
tertanam di dalam dada dan menumbuhkan buah amalan di luar gambaran otak
manusia.
Keyakinan akan al-haq (kebenaran) dan loyalitas
terhadap syari’at Alloh dengan mempertahankannya dalam keadaan apa pun juga,
sungguh merupakan keistimewaan dan keindahan.
Keimanan jugalah, wahai Ukhti al-muslimah… yang telah menautkan hati seorang budak, hamba sahaya dari negeri Ethiofia dengan hati Shuhaib dari negara besar, Romawi.
Keimanan juga yang mengangkat derajat seorang
budak wanita yang tiada dikenal orang di masa hidupnya, hingga namanya harum
semerbak bak kesturi sampai akhir zaman. Dengan keimanan yang kokoh ia
mempertahankan keyakinannya, sekalipun tubuh yang sudah renta jadi
tantangannya. Ia adalah Sumayyah, Ibunda ‘Ammar bin Yasir, satu keluarga yang
dijamin masuk surga. Mari kita ikuti cerita wanita mukminah yang rela berkorban
demi mempertahankan keimanannya ini:
Sebelum bersinarnya cahaya Islam di bumi ini, dan
di kota Makkah khususnya, Sumayyah binti Khubbath hanyalah seorang budak sahaya
biasa, yang dimiliki oleh Abu Hudzaifah bin Mughiroh al-Makhzumi.
Suatu ketika datanglah seorang pemuda yang
bernama Yasir bin Amir al-Kinani bersama dua orang saudaranya, al-Harits dan
Malik, dari Yaman untuk mencari saudara mereka yang sudah lama menghilang.
Setelah letih mencari dan bertanya tentang keberadaan saudara mereka yang
hilang namun tak mendapatkan hasil dan tak ada harapan untuk dapat bertemu
dengan saudara mereka, maka pulanglah kedua saudara Yasir tersebut ke Yaman.
Adapun Yasir sendiri tetap tinggal di
Makkah karena negeri itu sangat menarik hatinya
dan memutuskan untuk hidup di sana.
Sebagai orang asing, Yasir menyadari ia harus
mencari seseorang yang dapat menjaminnya dari kerasnya kehidupan di zaman yang
berhukum dengan hukum rimba, siapa yang kuat ia yang berkuasa, tak ada tempat
untuk orang yang lemah.
Akhirnya Yasir menjadikan Abu Hudzaifah bin
al-Mughiroh sebagai saudara angkatnya (haliif). Abu Hudzaifah yang melihat
kebaikan sifat dan akhlak Yasir yang menarik hatinya, memutuskan untuk
menjodohkan Yasir dengan budaknya, Sumayyah. Maka menikahlah budak Sumayyah
dengan pemuda Yasir. Dan dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang putra
yang diberi nama ‘Ammar. Dan bertambah pula kebahagiaan mereka ketika Abu
Hudzaifah memerdekakan ‘Ammar dari perbudakan.
Setelah Abu Hudzaifah meninggal, keluarga
Sumayyah hidup di bawah perlindungan Bani Makhzum sampai ‘Ammar menginjak
dewasa dan Sumayyah dan Yasir memasuki usia tua. Kemudian datanglah masa
diutusnya Rosululloh untuk menyampaikan kebenaran dari Alloh dan mengeluarkan
manusia dari gelapnya kesesatan yang menyelubungi kehidupan mereka. Berita
tentang datangnya Nabi baru itu tak lepas juga dari perhatian ‘Ammar bin Yasir.
Kemudian dengan rasa penasaran ia mendatangi Rosululloh di rumah Arqom bin
Arqom dan mendengarkan langsung wahyu yang diturunkan kepada beliau . Hatinya
pun tertambat dan merasakan ketenangan yang tiada tara, yang menjadikan Alloh
membuka hatinya untuk memeluk Islam. Setelah membaca dua kalimat syahadat, ia
langsung menemui ibunya, Sumayyah, dan menawarkan agama baru itu kepada ibunya.
Gayung pun bersambut, hati wanita tua yang telah lama kosong itu pun disinari
cahaya Ilahi. Tanpa keraguan sedikit pun, begitu juga suaminya, Yasir, yang
juga bersegera menyambut ajakan putranya untuk memeluk Islam.
Maka bergabunglah keluarga yang bersahaja itu
dalam bahtera Islam, yang pada masa itu para pengikutnya sangat terkekang dan
disudutkan, terutama bagi mereka dari golongan rendah seperti keluarga Yasir.
Mendengar berita keislaman keluarga Yasir,
orang-orang musyrikin, terutama Bani Makhzum, menjadi murka dan berang. Bila
sahabat Rosululloh yang lain, seperti Abu Bakar, terlindungi oleh kaumnya
karena kedudukannya, maka keluarga Yasir dan Sumayyah setelah Bani Makhzum menabuhkan
genderang perangnya terhadap Islam, tak ada lagi yang dapat melindungi mereka
dari hinaan dan siksaan kaum kafir Quraisy. Hanya Alloh-lah yang dapat
melindungi mereka dari segalanya. Tidaklah seseorang dikatakan beriman kecuali
setelah diuji dan diberi cobaan dalam agama dan kehidupan mereka. Jika mereka
mampu bersabar maka mereka itulah orang-orang yang benar dan tulus keimanannya.
Itulah yang sekarang menimpa Sumayyah dan
suaminya serta putranya. Orang-orang Quraisy tanpa rasa iba dan kasih sayang menyeret
mereka di jalanan dan membawa mereka ke padang pasir di tengah terik matahari,
dengan memakaikan baju besi kepada mereka untuk menambah penderitaan mereka.
Setelah keringat mereka berhenti mengalir, tubuh mereka kering, dan darah
mereka mulai bercucuran, mereka dipaksa untuk kembali murtad dari agama Islam
dan dipaksa untuk menghina dan mencaci Rosululloh , dan memuji tuhan-tuhan
mereka. Namun hati-hati yang telah mendapatkan ketenangan dan kedamaian dari
petunjuk Alloh itu tak bergeming sedikit pun, walau disiksa dan dibunuh
sekalipun. Panasnya matahari tak lagi mereka takuti, mereka lebih takut akan
siksa api neraka yang berlipat-lipat lebih panas dari panasnya matahari di
dunia. Kejamnya para penyiksa tak juga mereka takuti, karena mereka lebih takut
kepada Alloh yang maha pedih siksanya dan berkuasa atas segala sesuatu. Makin
tubuh mereka disiksa makin bertambah keimanan dan penyerahan diri mereka kepada
Alloh.
Rosululloh setiap kali melewati mereka, beliau
berkata: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya yang dijanjikan bagi
kalian adalah surga.” Ya.. surga adalah sesuatu yang paling berharga. Sudah
selayaknya sesuatu yang berharga dibayar mahal sesuai dengan nilainya, dan
untuk mendapatkannya diperlukan kesabaran dan pengorbanan.
Tubuh Yasir yang sudah renta tak mampu bertahan
di bawah penyiksaan, hingga akhirnya ruhnya meninggalkan dunia yang fana ini
menghadap Alloh untuk mencari sesuatu yang kekal yang telah dijanjikan Alloh
dan Rosul-Nya.
Keadaan Sumayyah juga sangat menyedihkan. Siksaan
demi siksaan ia hadapi dengan penuh kesabaran. Tak sedikit pun terbetik dalam
hatinya untuk menyerah dan kembali kepada agamanya yang dulu setelah cahaya
Islam menerangi relung hatinya. Abu Jahal yang melihat kekerasan hati wanita
itu mendekatinya dan mengeluarkan kata-kata jorok serta menghina Sumayyah
sepuasnya. Namun Sumayyah dengan tegas menjawab dengan jawaban yang membuat Abu
Jahal berang dan merah mukanya. Dengan hati sangat mendongkol ia mengambil
tombak dan menusukkannya ke arah kemaluan Sumayyah sehingga tembus sampai ke
punggungnya. Maka berakhirlah siksaan yang diderita Sumayyah. Ia wafat dengan
penuh keridhoan dan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan itu, maka
tercatatlah Sumayyah sebagai syahidah (wanita yang meninggal dalam keadaan
syahid) pertama dalam Islam.
Suatu ketika, ‘Ammar berkata kepada Rosululloh :
“Wahai Rosululloh , siksaan yang kami derita rasanya sudah mencapai puncaknya.”
Maka Rosululloh berkata kepadanya: “Bersabarlah wahai Abal Yaqdhon. Ketahuilah,
tidak satu pun keluarga Yasir yang akan disiksa dengan neraka.” Dan ketika Abu
Jahal terbunuh pada perang Badar, Rosululloh berkata kepada ‘Ammar bin Yasir:
“Alloh telah membinasakan orang yang telah membunuh ibumu.”
Semoga Alloh meridhoi Ummu ‘Ammar bin Yasir, ibu
sang pendiri masjid pertama dalam Islam, dan menjadikan kesabaran dan
ketegarannya sebagai teladan bagi para muslimah dan mukminah, dan
menempatkannya di sebaik-baik tempat di sisi-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar