Kamis, 27 Desember 2012

"Sumayyah" Pada Keteguhan Imannya Ada Gambaran Mahalnya Surga


Iman, apabila telah menancap di hati seorang hamba maka akan menjadi mesin penggerak yang melahirkan mukjizat. Ia adalah motivator yang menyinarkan berbagai keindahan. Memang iman adalah sesuatu yang tertanam di dalam dada dan menumbuhkan buah amalan di luar gambaran otak manusia.
Keyakinan akan al-haq (kebenaran) dan loyalitas terhadap syari’at Alloh dengan mempertahankannya dalam keadaan apa pun juga, sungguh merupakan keistimewaan dan keindahan.

Keimanan jugalah, wahai Ukhti al-muslimah… yang telah menautkan hati seorang budak, hamba sahaya dari negeri Ethiofia dengan hati Shuhaib dari negara besar, Romawi.
Keimanan juga yang mengangkat derajat seorang budak wanita yang tiada dikenal orang di masa hidupnya, hingga namanya harum semerbak bak kesturi sampai akhir zaman. Dengan keimanan yang kokoh ia mempertahankan keyakinannya, sekalipun tubuh yang sudah renta jadi tantangannya. Ia adalah Sumayyah, Ibunda ‘Ammar bin Yasir, satu keluarga yang dijamin masuk surga. Mari kita ikuti cerita wanita mukminah yang rela berkorban demi mempertahankan keimanannya ini:
Sebelum bersinarnya cahaya Islam di bumi ini, dan di kota Makkah khususnya, Sumayyah binti Khubbath hanyalah seorang budak sahaya biasa, yang dimiliki oleh Abu Hudzaifah bin Mughiroh al-Makhzumi.
Suatu ketika datanglah seorang pemuda yang bernama Yasir bin Amir al-Kinani bersama dua orang saudaranya, al-Harits dan Malik, dari Yaman untuk mencari saudara mereka yang sudah lama menghilang. Setelah letih mencari dan bertanya tentang keberadaan saudara mereka yang hilang namun tak mendapatkan hasil dan tak ada harapan untuk dapat bertemu dengan saudara mereka, maka pulanglah kedua saudara Yasir tersebut ke Yaman. Adapun Yasir sendiri tetap tinggal di
Makkah karena negeri itu sangat menarik hatinya dan memutuskan untuk hidup di sana.
Sebagai orang asing, Yasir menyadari ia harus mencari seseorang yang dapat menjaminnya dari kerasnya kehidupan di zaman yang berhukum dengan hukum rimba, siapa yang kuat ia yang berkuasa, tak ada tempat untuk orang yang lemah.
Akhirnya Yasir menjadikan Abu Hudzaifah bin al-Mughiroh sebagai saudara angkatnya (haliif). Abu Hudzaifah yang melihat kebaikan sifat dan akhlak Yasir yang menarik hatinya, memutuskan untuk menjodohkan Yasir dengan budaknya, Sumayyah. Maka menikahlah budak Sumayyah dengan pemuda Yasir. Dan dari pernikahan itu mereka dikaruniai seorang putra yang diberi nama ‘Ammar. Dan bertambah pula kebahagiaan mereka ketika Abu Hudzaifah memerdekakan ‘Ammar dari perbudakan.
Setelah Abu Hudzaifah meninggal, keluarga Sumayyah hidup di bawah perlindungan Bani Makhzum sampai ‘Ammar menginjak dewasa dan Sumayyah dan Yasir memasuki usia tua. Kemudian datanglah masa diutusnya Rosululloh untuk menyampaikan kebenaran dari Alloh dan mengeluarkan manusia dari gelapnya kesesatan yang menyelubungi kehidupan mereka. Berita tentang datangnya Nabi baru itu tak lepas juga dari perhatian ‘Ammar bin Yasir. Kemudian dengan rasa penasaran ia mendatangi Rosululloh di rumah Arqom bin Arqom dan mendengarkan langsung wahyu yang diturunkan kepada beliau . Hatinya pun tertambat dan merasakan ketenangan yang tiada tara, yang menjadikan Alloh membuka hatinya untuk memeluk Islam. Setelah membaca dua kalimat syahadat, ia langsung menemui ibunya, Sumayyah, dan menawarkan agama baru itu kepada ibunya. Gayung pun bersambut, hati wanita tua yang telah lama kosong itu pun disinari cahaya Ilahi. Tanpa keraguan sedikit pun, begitu juga suaminya, Yasir, yang juga bersegera menyambut ajakan putranya untuk memeluk Islam.
Maka bergabunglah keluarga yang bersahaja itu dalam bahtera Islam, yang pada masa itu para pengikutnya sangat terkekang dan disudutkan, terutama bagi mereka dari golongan rendah seperti keluarga Yasir.
Mendengar berita keislaman keluarga Yasir, orang-orang musyrikin, terutama Bani Makhzum, menjadi murka dan berang. Bila sahabat Rosululloh yang lain, seperti Abu Bakar, terlindungi oleh kaumnya karena kedudukannya, maka keluarga Yasir dan Sumayyah setelah Bani Makhzum menabuhkan genderang perangnya terhadap Islam, tak ada lagi yang dapat melindungi mereka dari hinaan dan siksaan kaum kafir Quraisy. Hanya Alloh-lah yang dapat melindungi mereka dari segalanya. Tidaklah seseorang dikatakan beriman kecuali setelah diuji dan diberi cobaan dalam agama dan kehidupan mereka. Jika mereka mampu bersabar maka mereka itulah orang-orang yang benar dan tulus keimanannya.
Itulah yang sekarang menimpa Sumayyah dan suaminya serta putranya. Orang-orang Quraisy tanpa rasa iba dan kasih sayang menyeret mereka di jalanan dan membawa mereka ke padang pasir di tengah terik matahari, dengan memakaikan baju besi kepada mereka untuk menambah penderitaan mereka. Setelah keringat mereka berhenti mengalir, tubuh mereka kering, dan darah mereka mulai bercucuran, mereka dipaksa untuk kembali murtad dari agama Islam dan dipaksa untuk menghina dan mencaci Rosululloh , dan memuji tuhan-tuhan mereka. Namun hati-hati yang telah mendapatkan ketenangan dan kedamaian dari petunjuk Alloh itu tak bergeming sedikit pun, walau disiksa dan dibunuh sekalipun. Panasnya matahari tak lagi mereka takuti, mereka lebih takut akan siksa api neraka yang berlipat-lipat lebih panas dari panasnya matahari di dunia. Kejamnya para penyiksa tak juga mereka takuti, karena mereka lebih takut kepada Alloh yang maha pedih siksanya dan berkuasa atas segala sesuatu. Makin tubuh mereka disiksa makin bertambah keimanan dan penyerahan diri mereka kepada Alloh.
Rosululloh setiap kali melewati mereka, beliau berkata: “Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya yang dijanjikan bagi kalian adalah surga.” Ya.. surga adalah sesuatu yang paling berharga. Sudah selayaknya sesuatu yang berharga dibayar mahal sesuai dengan nilainya, dan untuk mendapatkannya diperlukan kesabaran dan pengorbanan.
Tubuh Yasir yang sudah renta tak mampu bertahan di bawah penyiksaan, hingga akhirnya ruhnya meninggalkan dunia yang fana ini menghadap Alloh untuk mencari sesuatu yang kekal yang telah dijanjikan Alloh dan Rosul-Nya.
Keadaan Sumayyah juga sangat menyedihkan. Siksaan demi siksaan ia hadapi dengan penuh kesabaran. Tak sedikit pun terbetik dalam hatinya untuk menyerah dan kembali kepada agamanya yang dulu setelah cahaya Islam menerangi relung hatinya. Abu Jahal yang melihat kekerasan hati wanita itu mendekatinya dan mengeluarkan kata-kata jorok serta menghina Sumayyah sepuasnya. Namun Sumayyah dengan tegas menjawab dengan jawaban yang membuat Abu Jahal berang dan merah mukanya. Dengan hati sangat mendongkol ia mengambil tombak dan menusukkannya ke arah kemaluan Sumayyah sehingga tembus sampai ke punggungnya. Maka berakhirlah siksaan yang diderita Sumayyah. Ia wafat dengan penuh keridhoan dan dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan itu, maka tercatatlah Sumayyah sebagai syahidah (wanita yang meninggal dalam keadaan syahid) pertama dalam Islam.
Suatu ketika, ‘Ammar berkata kepada Rosululloh : “Wahai Rosululloh , siksaan yang kami derita rasanya sudah mencapai puncaknya.” Maka Rosululloh berkata kepadanya: “Bersabarlah wahai Abal Yaqdhon. Ketahuilah, tidak satu pun keluarga Yasir yang akan disiksa dengan neraka.” Dan ketika Abu Jahal terbunuh pada perang Badar, Rosululloh berkata kepada ‘Ammar bin Yasir: “Alloh telah membinasakan orang yang telah membunuh ibumu.”
Semoga Alloh meridhoi Ummu ‘Ammar bin Yasir, ibu sang pendiri masjid pertama dalam Islam, dan menjadikan kesabaran dan ketegarannya sebagai teladan bagi para muslimah dan mukminah, dan menempatkannya di sebaik-baik tempat di sisi-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar