Rabu, 26 Desember 2012

Banyak UU Tabrak Konstiusi, DPR Berkelit Bukan Malaikat


K. Yudha Wirakusuma - Okezone
Kamis, 27 Desember 2012 10:21 wib


Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
Ilustrasi (Foto: Dok. Okezone)
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI-P, Herman Herry, tak membantah adanya Undang-undang yang disahkan oleh Badan Legislasi DPR RI, melanggar konsitusi.

"Apa yang disampaikan pak Mahfud itu sah-sah saja. bahwa ada uu DPR yang menabrak konstitusi, mungkin ya. Bagaimanapun juga DPR juga manusia biasa, bukan malaikat. Tentu ada produk yang dibuat konstitusi," kata Herman saat berbincang dengan Okezone, Kamis (27/12/2012).

Dia berpendapat, Mahfud MD sebagai senior anggota DPR sepatutnya mampu memberikan masukan langsung kepada anggota DPR. "Sebagai seorang yang pernah duduk di DPR, seharusnya secara pribadi memberikan masukan ke DPR, jangan meneriakan dari luar," ucapnya.

Sekarang, lanjut Herman, semua pihak ramai-ramai mendiskredikan,  dan ikut-ikutan meneriaki DPR. "Bahwa pembuatan produk undang-undang mungkin ada kepentingan pihak tertentu," tukasnya.

Sebelumnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan bahwa Undang-undang yang disahkan oleh Badan Legislasi DPR RI, banyak yang sengaja dibuat untuk melanggar konsitusi. Hal tersebut  mengakibatkan kualitas Undang-undang di Indonesia kian menurun.

Dari uji materi undang-undang yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK), terhitung sejak tahun 2003 sampai 2012 yang bermasalah hanya 11 persen. Tetapi bila ditarik di tahun 2012 saja terjadi peningkatan mencapai 29 persen yang bermasalah.

"Dari 97 (UU) itu, sekarang 37 (UU) yang dikabulkan, jadi 29 persen kan. Nah kalau dihitung dari 2012 mundur ke 2003 penghitungannya hanya 11 persen. Jadi sekarang kualitasnya menurun dari angka rata-rata sejak berdirinya MK itu kualitas UU itu menurun yang diuji yang dikabulkan memang banyak dari 97 hanya 37 yang dikabulkan atau 29 persen," kata Mahfud MD, Rabu 26 Desember kemarin.

Kemudian, Mahfud menjelaskan, jika salah satu penyebab terjadinya pelanggaran konstitusi semacam itu adalah political treshold. Dimana, Undang-undang sengaja dibuat atas kesepakatan-kesepakatan politik yang tidak sesuai konstitusi.

"Misalnya begini (di UU pemilu) kalau partai yang sudah punya kursi ditahun 2009, itu tidak usah di verifikasi, tapi partai baru mesti diverifikasi. Syaratnya lebih berat dari tahun 2009. Kan itu tidak adil, itu nampaknya sengaja melanggar makna konstitusi dengan tidak bertindak profesional. Seperti kasus Wa Ode Nurhayati (kasus Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah) itu kan karena jual beli undang-undang, tidak bisa dibantah kalau itu,"terangnya.
(ydh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar